[:IN]
Seminar Bulanan Ekonomi Kerakyatan 2016 pada bulan Maret menghadirkan tema Pengeloaan Bantuan RT-RW Memajukan Ekonomi Rakyat. Konsep pengelolaan bantuan disini adalah dengan mengacu pada konsep smart city yang telah diterapkan sebelumnya oleh Pemprov DKI Jakarta. Pembicara dalam seminar ini adalah:
- Bapak Setyaji, S.T M.Si (Perwakilan dari Pemprov DKI Jakarta)
- Bapak Totok Sedyasmoro ( PT.IBM)
Acara seminar ini juga menandai kerjasama yang pertama kali antara DEK FEB UGM dengan Program Doktor Magister Sains FEB UGM. Seminar ini dibuka dengan sambutan dari Ketua Dewan Pengurus DEK FEB UGM Prof. Gunawan Sumodiningrat,M.Ec.Ph.D. Dalam sambutanya beliau sekaligus juga mewakili Dekan FEB UGM menghaturkan ucapan terima kasih atas kehadiran para hadirin dan sekaligus apresiasi atas diskusi yang berkelanjutan untuk memajukan ekonomi rakyat bersama Bapak Setyaji. pada tahun 2003 pihak Pemprov DKI melalui bapak Setyaji sudah menyadarkan masyrakat di lingkungan RT-RW untuk kerja, untung dan nabung. Kerja, untung, nabung harus disadarkan. Dari satu orang menjadi satu desa menjadi satu koperasi. Penyadaran harus dimulai dari diri kita masing-masing. Kuncinya hanya satu, sadar hidup untuk bisa bekerja. Semua orang perlu gotong royong. Penyadaran ini tentu saja ditunjang pelaksanaan dan pengawasanya dengan teknologi smart-city yang dirintis oleh kedua narasumber tersebut dan harapanya seminar ini dapat menginspirasi untuk dapat diterapkan di DIY.
Moderator seminar yaitu Prof. Mudrajad Kuncoro selaku Ketua Program Doktoral MSI FEB UGM membuka seminar dengan memcakan skilas profil pembicara. Prof Mudrajad menjelaskan gravitasi Jakarta sangat dipengaruhi oleh aglomerasi industri besar dan sedang di Jabodetabek. Sementara struktur ekonominya ditopang oleh sektor jasa dan industri. Pertumbuhan penduduk Jakarta dari tahun 60-an cenderung eksponensial.Masalah kemacetan dan lingkungan apakah nanti bisa diselesaikan dengan Smart City atau tidak.
Pak Setiaji mengawali acara dengan memperlihatkan video kantor pengelolaan Smart City. Selanjutnya pembicara menyampaikan pepatah China, bahwa Negara yang kuat dimulai dengan pertahanan, baik pertahanan ekonomi, pertahanan sandang, dan pangan. Dalam memulai Smart City yang pertama dilakukan adalah transparasi. Sehingga semuanya terbuka untuk masyarakat. Selanjutnya yang kami lakukan adalah koneksi. Makanya di masing-masing RT-RW memiliki dashboard untuk pemantauan yang tersambung dengan kepala desa bahkan sampai level gubernur. Fungsi RT-RW yang kami maksimalkan, seperti untuk pendataan dan pemantauan. Kami mencoba menerapkan local leader di level RT/RW yang memahami potensi dan kondisi lingkungannya. Intinya kemudian, semua informasi dipindahkan di handphone. Dengan sistem, kami harapkan semua bisa mendapatkan informasi dan mampu meningkatkan pelayanan masyarakat. Surat-surat, seperti surat kematian kami digitalkan. Dengan demikian data yang kami miliki bisa langsung update. Bagi masyarakat ini sangat mempermodah akses mereka untuk mendapatkan data dan informasi yang valid dan akses terhadap pelayanan. Dari Dashboard RT terdapat data e-commerce, pengelolaan keuangan, jumlah penduduk.
Masalah awal dalam pelaksanaannya ada pada pendataan. Data awal yang valid cuma sekitar 75%. Fungsi fasilitator dan local leader menajdi sangat penting di sini. Semua data tadi akan masuk ke data provinsi. Dengan data terbuka, pemerintah terbuka, dan partisipasi masyarakat diharapkan nanti bisa mengurangi masalah-masalah yang terjadi, seperti masalah lingkungan dan kemacetan.Dalam Smart City, pertama, harus tersedia data terlebih dulu. Data yang dimiliki publik yang bisa diimprove informasinya. Aktivitas-aktivitas kami hitung dan kemudian kami kalkulasi sehingga bisa menentukan kebijakan yang pas untuk masyarakat. Kedua, public services dibangun dan ditingkatkan dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang diperlukan oleh masyarakat.
Smart City intinya adalah bagaimana membangun database yang sumbernya berasal dari tingkatan yang paling bawah hingga paling atas secara real time.
Seminar pun dilanjutkan dengan pemaparan dari narasumber ke dua yaitu Bapak Totok selaku penyedia tools untuk aplikasi smart-city tersebut. Tools untuk aplikasi smart-city ini disebut dengan QLUE.Qlue adalah aplikasi sosial untuk pelaporan. Jakarta butuh terobosan untuk berubah secara signifikan. Dari yang dijelaskan Pak Aji, ada dua hal yang penting untuk dilakukan. Pertama adalah transparasi dan kedua partisipasi masyarakat. Masyarakat Jakarta itu cenderung sudah skeptis. Oleh karena itu aplikasi ini masuk dengan harapan masyarakat bisa kembali percaya dan peduli karena transparasi yang disediakan oleh Pemerintah bersama dengan partisipasi masyarakat. Masyarakat di Jakarta itu hoby complain dan mengeluh. Nah komplain-komplain ini tadinya dianggap sebagai bukan hal penting. Tapi kemudian kami melihat bahwa hal ini bisa menjadi awal dari perbaikan. Dari situlah Qlue lahir. Masyarakat bisa langsung melapor keluhan-keluhan dari masyarakat, seperti masalah sampah. Kemudian para petugas kebersihan juga membawa gawai untuk merespon keluhan ini dengan memfoto apa yang mereka kerjakan seperti membersihkan sampah yang sebelumnya dikeluhkan masyarakat. Di sini peran Qlue sebagai sarana untuk tranparasi dan verifikasi atas laporan ataupun bantuan yang disalurkan pemerintah. Sehingga masyarakat sampai ke bawah bisa merasakan dan tahu apa yang dilakukan oleh aparatur mereka. Dari masukan data-data input ini kemudian pemerintah bisa mengukur kinerjanya dan sebagai bahan analisis kebijakan ke depannya.
Pada sesi tanya jawab ada satu pertanyaan yang menarik dari saudara Zainul dari Fakultas ISIPOL UGM. Ia cenderung pesimitis dan skeptis apakah aplikasi ini dapat diterapkan dan diraskan manfaatnya pada masyarakat kelas bawah. Bapak Totok merespon pertanyaan tersebut dengan menjawab bahwa Qlue ini membantu masyarakat ke bawah untuk mendapatkan pekerjaan, seperti dengan adanya PJU yang mendapat gaji setara UMR dalam hal menindaklanjuti respon-respon yang dilaporkan oleh masyarakat. Selain itu Bapak Totok juga menekankan bahwa dengan adanya sistem ini kinerja dapat terukur dan terlihat dengan cepat sehingga pengambilan keputusan kebijakan dapat lebih cepat dan akurat. Bapak Setyaji menungkapkan bahwa program semacam ini bukan profit oriented tapi proyek sosial. Kami yakin kalau dibelakangnya sudah ada embel-embel proyek-proyek profit, program ini tidak bisa jadi. Untuk daerah yang tertinggal, jangan pesimis. Yang pertama perlu dilakukan adalah membuka diri terhadap informasi.
[:]