Peningkatan jumlah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang mencapai angka 45.530 di awal tahun 2019 menunjukkan adanya antusiasme dari masyarakat untuk membangun perekonomian di desa. Angka tersebut telah jauh melampaui RPJMN Kementerian Desa PDTT yang hanya menargetkan tambahan berdirinya 5,000 Bumdes selama kurun waktu 5 tahun sejak UU Desa diberlakukan. Hal ini juga menjadi prestasi tersendiri bagi Pemerintah atas upaya-upaya yang selama ini dilakukan untuk membangun dan mensejahterakan desa.
Melalui BUMDes masyarakat desa diajak untuk mandiri secara ekonomi sehingga ke depannya desa tidak lagi bergantung pada sumber pendanaan dari luar. Di sejumlah desa kehadiran BUMDes terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat melalui kontribusi pendapatan asli desa (PADes )yang tidak sedikit. PADes kemudian digunakan untuk membangun sarana prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat, baik berupa fisik maupun non fisik.
Namun, dibalik berdirinya puluhan ribu BUMDes masih terselip permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh sebagian besar BUMDes. Minimnya pengetahuan akan filosofi dari Undang-Undang Desa membuat pengelolaan BUMDes tidak berjalan sesuai dengan yang diamanatkan. Selain itu pengetahuan akan tata kelola BUMDes yang baik belum banyak diketahui oleh para pengelola BUMDes. Pengelolaan masih bersifat semampunya sehingga tidak ada perencanaan yang matang dalam menentukan arah jalannya usaha BUMDes menyebabkan banyak BUMDes berhenti di tengah jalan.
Untuk itu dibutuhkan peran serta akademisi dari berbagai perguruan tinggi untuk membangun Indonesia dari Desa.Inisiatif ini sudah mulai dilakukan dengan diadakannya Rembug Akademis BUMDes di FEB UGM pada tanggal 2 Februari 2019. Acara ini dihadiri oleh 130 dosen dari 65 universitas di Indonesia dan juga perwakilan pengurus BUMDes.
Acara dimulai dengan sambutan oleh Bapak Eko Suwardi, M.Sc., Ph.D. selaku Dekan FEB UGM. Bapak Eko Suwardi menjelaskan bahwa jika target satu desa satu BUMDes, maka akan ada 83,000 BUMDes di Indonesia. Jumlah yang banyak ini bisa berdampak positif jika dikawal dengan baik. Akan tetapi, akan berdampak negatif jika tidak dilengkapi dengan kualitas yang baik. Karenanya perguruan tinggi harus ikut serta membangun BUMDes. Hal ini sesuai dengan Visi UGM, mengembangkan pemimpin yang berintegritas dan memiliki pengetahuan yang baik. Locally rooted, membangun Indonesia dari desa.
Selanjutnya dilakukan peluncuran aplikasi BUMDes.id oleh Bapak Rudy Suryanto, SE., M.Acc., Ak., CA. selaku Direktur Bumdes.id. Aplikasi tersebut dibuat sebagai upaya untuk percepatan pembangunan desa. Fitur-fitur yang ada dalam aplikasi tersebut berupa:
- Komunitas Bumdes.id (Sekolah Manajemen BUMDes)
- Pendampingan pembentukan dan pengelolaan Bumdes
- Penguatan di bidang keuangan dan Non-keuangan
Dengan adanya aplikasi ini, Bapak Rudy berharap akan ada banyak kisah sukses BUMDes seperti di Desa Ponggok di Klaten dan Desa Karangrejek di Gunung Kidul.
Setelah peluncuran dimulai diskusi yang dimoderatori oleh Dr. Ersa Tri Wahyuni dari Universitas Padjajaran. Diskusi dibuka oleh Dr. Ivanovich Augusta selaku Kepala Pusdatin Kemendes dan Koordinator Nasional Akademisi BUMDes di Forum BUMDes Indonesia. Bapak Ivanovich menyampaikan bahwa hanya 38% dari desa di Indonesia yang melakukan pembangunan, padahal peluang perkembangan desa sangatlah tinggi. Akan tetapi, perlu diperhatikan juga bahwa fokus pembangunan jangan berhenti sampai pemerataan saja, tetapi juga memperhitungkan kualitas dari pembangunan. Desa juga harus bisa melakukan pembangunannya sendiri, desa harus bisa mulai melepas ketergantungannya dengan pihak eksternal. Dengan adanya dana desa dari pemerintah pusat, desa-desa diharapkan dapat meningkatkan pendapatannya dari yang “hanya” Rp20 triliun hingga tahun 2014. Penggunaan dana desa sebagian besar diatur oleh dinamika di desa. Karenanya, desa harus aktif dalam melakukan proses pembangunannya. Meskipun desa masih mengalami kesulitan data sehingga sulit untuk merancang penggunaan dana desa, hal ini dapat diatasi dengan melakukan musyawarah desa. Dengan meningkatnya intensitas musyawarah desa, pengambil kebijakan di desa dapat memahami permasalahan yang ada di desanya dan mengalokasikan dana desa secara optimal. Dana desa juga harus digunakan secara kreatif. Misalkan pembangunan sarana olahraga di desa jangan hanya sebagai peningkatan kesehatan masyarakat, tetapi juga sebagai penunjang aktivitas ekonomi masyarakat dengan menyediakan kawasan usaha di sekitarnya. Akan tetapi, Bapak Ivanovich mengakui bahwa dana desa cenderung lebih memberikan manfaat bagi golongan menengah ke atas. Golongan menengah ke bawah yang justru paling membutuhkan bahkan tidak memiliki pengetahuan mengenai dana desa. Karenanya masih dibutuhkan bantuan dari pemerintah daerah. Menurutnya, semaju apapun desanya jika tidak ditolong oleh pemerintah daerah, tidak akan terjadi perbaikan indeks-indeks perdesaan.
Materi selanjutnya disampaikan oleh Prof. Intyas Utami dari Universitas Kristen Satya Wacana. Prof Intyas menyampaikan bahwa penelitian yang dilakukan oleh dosen-dosen harus bisa meningkatkan kesejahteraan dan daya saing bangsa, jangan hanya berhenti di diskusi teoretis. Akademisi adalah katalisator BUMDes yang harus bisa memberikan nilai tambah. Jangan sampai akademisi hanya mengunjungi desa-desa untuk mengambil data untuk penelitiannya tetapi tidak ada tindak lanjutnya. Pengabdian yang dilakukan harus bisa berkelanjutan. Prof Intyas menambahkan bahwa perguruan tinggi tidak bisa berdiri sendiri. Perguruan tinggi harus membentuk aliansi antar perguruan tinggi lainnya untuk membuat sinergi sehingga perguruan tinggi tidak jalan sendiri-sendiri.
Acara ini ditutup dengan pembentukan Pakta Kerjasama Akademisi Bumdes dengan butir-butir sebagai berikut:
- Sebagai rangkaian Rembug Akademisi BUMDes sebelumnya telah dilaksanakan TOT Pendampingan BUMDes, Studi Lapangan ke Desa Teladan Nasional Desa Panggungharjo, launching program dan penandatanganan MoU.
- Program-Program yang dilaunching pada Rembug Akademisi BUMDes adalah:
- Aplikasi android Bumdes.ID sebagai gerbang informasi dan jejaring seluruh BUMDes di Indonesia
- Majalah dan Buletin Inovasi Desa sebagai media untuk mengangkat inovasi-inovasi di Desa dan BUMDes supaya bisa direplikasi di tempat lain dan menampung tulisan-tulisan dosen dan mahasiswa terkait Desa dan BUMDes.
- Sertifikasi Teknisi Akuntansi Bumdes untuk menjembatani kebutuhan tenaga akuntansi di BUMDes – BUMDes
- Program Satu Kabupaten Satu Sekolah BUMDes untuk lima kabupaten yaitu Bantul, Wonosobo, Pasuruan, Gianyar, Sawahlunto.
- Total lembaga yang berminat untuk MoU kerjasama adalah 51 Lembaga, Penandatanganan MoU telah dilakukan untuk 15 Perguruan Tinggi dan Lembaga, serta sisanya sedang dalam proses.
- Peserta Rembug Desa bersepakat untuk melakukan tindak lanjut dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:
- Meningkatkan kerjasama Forum menjadi Asosiasi.
- Mendorong peningkatan penelitian dan pengabdian masyarakat untuk tema-tema Desa dan BUMDes, salah satunya dengan menerbitkan Jurnal Pengabdian Masyarakat dibawah Asosiasi dan/atau berjejaring dengan jurnal-jurnal pengabdian yang sudah ada.
- Mendorong pertukaran dosen sebagai pembicara, mitra bestari dan pertukaran makalah serta saling mendukung pelaksanaan konferensi dan seminar dengan tema Desa atau BUMDes, utamanya untuk memenuhi poin-poin dalam borang akreditasi dan memenuhi kum dosen.
- Meningkatkan kerjasama untuk mendorong semakin banyaknya Hak Kekayaan Intelektual untuk inovasi teknologi dan inovasi sosial, terutama yang terkait dengan tema Desa dan BUMDes.
- Untuk menyiapkan bahan-bahan tersebut diharapkan dibentuk Tim Perumus, yang terdiri dari 10 orang perwakilan, untuk menyiapkan rancangan Naskah Akademik pembentukan Asosiasi, AD/ART, Struktur dan Rencana Strategis, untuk menjadi bahan pembahasan RAKERNAS Akademisi BUMDes.
Membangun BUMDes melalui AADB
Pada 30 Maret, 2019, dilakukan Musyawarah Nasional Asosiasi Akademisi Desa dan BUMDes (AADB) sebagai tindak lanjut dari Rembug Akademis BUMDes pada 2 Februari 2019. Dengan salah satu hasil adalah bertekad meningkatkan kerjasama antar dosen dan antar institusi dalam bentuk asosiasi. Tujuan dari dibentuk asosiasi tersebut adalah meningkatkan pertukaran pengetahuan, metode dan pengalaman (resource & experience sharing) dalam pemberdayaan masyarakat, khususnya dengan sasaran desa dan BUMDes. Setelah terbentuknya Asosiasi Akademisi Desa dan BUMDes, diharapkan kerjasama bisa lebih erat dan luas, antara lain mencakup pembentukan Jurnal Pengabdian Masyarakat, pertukaran mitra bestari dan tenaga ahli, kerjasama penyusunan materi kuliah/KKN/magang untuk desa dan bentuk kerjasama lainnya.
Saat ini, pengelolaan BUMDes masih belum optimal. Hal tersebut didasari oleh ketidakpahaman masyarakat desa tentang filosofi UU desa yang menyebabkan terhambatnya berbagai urusan terkait pendirian dan pengelolaan BUMDes. Masih banyak pengelola BUMDes yang belum memahami tata kelola BUMDes yang baik. BUMDes juga belum memiliki modal yang cukup, baik modal finansial maupun nonfinansial. Pemetaan potensi desa juga belum optimal dilakukan sehingga banyak BUMDes belum memiliki produk unggulan atau khas desa. Perencanaan BUMDes juga belum mencapai tahapan jangka panjang sehingga usahanya sulit berkembang dan bahkan berhenti di tengah perjalanannya
Beralih ke sisi pemerintah, banyaknya BUMDes yang harus didampingi menyebabkan pendampingan sulit dilaksanakan sehingga membutuhkan kerja sama dari banyak, termasuk akademisi. Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah juga belum berjalan dengan baik sehingga tidak ada pembagian peran yang jelas antar instansi. Pemetaan BUMDes juga belum dilaksanakan sehingga pemberian treatment yang sesuai dengan permasalahan unik di desa-desa belum dapat tercapai. Pemerintah juga belum merumuskan pola pengelolaan keuangan dan akuntansi BUMDes untuk digunakan dalam pengelolaan BUMDes.
Akademisi dan perguruan tinggi juga memiliki permasalahannya sendiri. Antusias penerjunan mahasiswa maupun dosen ke desa-desa cukup tinggi, tetapi tidak diiringi dengan kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh BUMDes. Terbatasnya referensi yang bisa dipelajari dan direplikasi juga menjadi tantangan untuk menampingi BUMDes. Mengingat permasalahan tersebut, dibentuklah Asosiasi Akademisi Desa dan Bumdes (AADB).
Dalam mensukseskan pembangunan BUMDes, AADB menjalankan tugasnya secara holistik dengan melakukan sinergi ABCGM (Academician-Business-Community-Goverment-Media). Wujud dari sinergi tersebut berupa:
- Membantu pemerintah dalam menyusun kajian kelembagaan BUMDes dan merumuskan strategi-strategi untuk penguatan kelembagaan BUMDes.
- Membantu pemerintah dalam meningkatkan kapasitas SDM BUMDes.
- Membantu merumuskan strategi dan konsep dalam meningkatkan akses pemasaran, akses permodalan dan akses teknologi tepat guna untuk desa dan BUMDes.
- Membantu merumuskan strategi untuk membangun jejaring dan rantai nilai BUMDes untuk mendorong BUMDes menjadi Pilar Ekonomi Nasional Indonesia.
- Melakukan harmonisasi fungsi Tridharma untuk program pelatihan dan pendampingan Desa dan BUMDes
- Meningkatkan Penelitian, Pengabdian dan Publikasi terkait dengan desa dan BUMDes
- Meningkatkan kerjasama antar lembaga Perguruan Tinggi dan antar dosen untuk program-program pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat dengan tema desa dan BUMDes.
- Meningkatan kerjasama dengan pihak industri dan profesional untuk meningkatkan inovasi sosial dan teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan desa dan kinerja BUMDes.